Oleh : Pudjo Rahayu Risan
Gelombang demonstrasi dan penolakan omnibus law terjadi
dibeberapa tempat. Bahkan mereka sudah memberi signal 23 Maret 2020 gelombang
demo dan penolakan akan semakin massif dan gencar. Mereka menilai pemerintah
telah menyerahkan draft RUU Cipta
Lapangan Kerja yang kini namanya diganti menjadi Cipta Kerja berisi 1028
halaman yang membahas berbagai hal, dari peningkatan ekosistem investasi,
ketenagakerjaan, hingga jaminan sosial, sangat merugikan kaum pekerja. Beberapa
pasal dalam draf RUU ini potensial menimbulkan kontroversi.
Muncul pertanyaan, mengapa pemerintah mengusulkan omnibus law
? Apa yang dimaksud omnibus law ? Apa alasan dan pertimbangan bagi yang tidak
setuju dengan omnibus law ? Apa alasan dan pertimbangan bagi yang setuju dengan omnibus law ?
Mengapa pemerintah
mengusulkan omnibus law ?
Pemerintah merumuskan Visi Indonesia Maju 2045 sebagai
langkah strategis menjadikan Indonesia sebagai 5 (lima) besar kekuatan ekonomi
dunia pada tahun 2045. Untuk mewujudkannya, pemerintah mengharapkan adanya “gelombang
investasi” guna mempercepat proses pembangunan. Kenyataan dilapangan terjadi
tumpang-tindih dan ketidak harmonisan undang-undang sektoral menjadi hambatan utama untuk
menciptakan iklim berinvestasi yang ramah bagi para investor.
Atas dasar itulah, deregulasi dan debirokrasi perlu
dilakukan. Banyak peraturan perundang-undangan hendak dipangkas, dirubah,
bahkan bila perlu membuat norma baru yang belum ada UU sebelumnya melalui satu
UU sekaligus yang dipopulerkan dengan nama Omnibus Law. Bus Omni ini dianggap
akan menciptakan iklim investasi yang ramah melalui langkah penyederhanaan
perizinan, kemudahan persyaratan, dan proses yang dipercepat bagi pelaku
bisnis, baik domestik maupun asing, di Indonesia.
Ketika Joko Widodo dilantik sebagai presiden untuk periode
kedua 2019 – 2024, di Gedung DPR RI (20/10/2019), dalam pidato resminya
presiden terpilih mengkonfirmasi kembali rencana dan keperluan pemerintah
membuat Omnibus Law, sekaligus meminta dukungan politik dari DPR RI. Petikan
pidatonya sbb, “Segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus
kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan
dua undang-undang besar. Yang pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Yang kedua, UU
Pemberdayaan UMKM. Masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu
satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU, bahkan puluhan UU.....”.
Gagasan omnibus law ini bukanlah hal baru. Tercatat,
pemerintah pernah melontarkan gagasan ini ke publik pada tahun 2017. Kemudian,
masih kuat dalam ingatan kita pada September 2019 Pemerintah dan DPR RI gagal
mengesahkan ragam RUU dan revisi UU, termasuk RUU Pertanahan setelah menuai
gelombang protes dari masyarakat luas. Sebulan kemudian, omnibus law mulai
intensif disuarakan pemerintah. Seperti dalam pidato saat Jokowi dilantik kembaIi memimpin
Indonesia untuk lima tahun kedepan menegaskan sekaligus mengkonfirmasi kembali
rencana dan keperluan pemerintah membuat omnibus law, sekaligus dukungan
politik dari DPR RI.
Tujuan omnibus law dibuat untuk menyederhanakan perizinan dan
regulasi. Sekaligus untuk menarik
investasi, dan mengkikis tumpang tindih regulasi. Greget dan semangat membentuk
omnibus law ini juga berdasarkan evaluasinya di periode pertama, dimana visi
dan misi Presiden Jokowi kental dalam mempermudah investasi dari luar negeri ke
Indonesia. Dalam pidatonya, Jokowi memang menyebut pentingnya menyederhanakan
birokrasi. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan.
Prosedur yang panjang harus dipotong.
Apa itu omnibus law?
Edbert Gani, peneliti CSIS Departemen Politik dan Perubahan
Sosial, mengatakan omnibus law adalah sebuah konsep hukum. Peraturan ini dibuat
untuk menyasar sebuah isu besar dan punya kemungkinan untuk mencabut atau
mengubah beberapa UU. Membuat UU yang sekiranya bisa mengambil alih beberapa
peraturan terdahulu. Langsung dijadikan dalam satu paket UU. Negara-negara
asing lain juga sering melakukan hal semacam ini.
Artinya, omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan
regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya
berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Banyaknya UU yang
tumpang tindih di Indonesia ini yang coba diselesaikan lewat omnibus law. Salah
satunya sektor ketenagakerjaan. Di sektor ketenagakerjaan, pemerintah berencana
menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU
Ketenagakerjaan.
Omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak.
Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU
sapujagat. Ada tiga hal yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta
lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Omnibus law juga bukan barang baru. Di
Amerika Serikat, omnibus law sudah sering dipakai sebagai UU lintas sektor. Ini
membuat pengesahan omnibus law oleh DPR bisa langsung mengamandemen beberapa UU
sekaligus. Pemerintahan Presiden Jokowi sendiri mengidentifikasi sedikitnya ada
74 UU yang terdampak dari omnibus law.
Apa alasan dan
pertimbangan bagi yang tidak setuju dengan omnibus law ?
Bagi yang tidak setuju atau menolak omnibus law, beralasan
paling tidak menurut kacamata dan versi Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia
(KSPI) ada 9 (sembilan) poin kontroversial
dan dampak negatif omnibus law. Untuk itu KSPI menolak draf omnibus law Cipta
Kerja yang telah diserahkan pemerintahan ke DPR. Berikut ini sembilan poin
kontroversial tersebut:
Hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, PHK sangat mudah
dilakukan, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, jam kerja
yang eksploitatif, tenaga kerja asing (TKA), buruh kasar, unskill worker,
berpotensi bebas masuk ke Indonesia, hilangnya jaminan sosial, dan sanksi pidana hilang, dalam UU 13/2003,
pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja/buruh yang memasuki usia
pensiun, dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 1 tahun dan paling lama
5 tahun dan/atau dengan denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 500
juta. Dalam RUU Cipta Kerja sanksi pidana ini dihilangkan.
Ada pendapat bagi yang tidak setuju dengan omnibus law.
Pertama, omnibus law berpotensi mengabaikan ketentuan formal pembentukan
undang-undang. Sifatnya yang cepat dan merambah banyak sektor dikhawatirkan
akan menerobos beberapa tahapan dalam pembentukan undang-undang, baik di
tingkat perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, maupun pengundangan.
Pelanggaran ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menghendaki
segala tindakan pemerintah didasari hukum.
Kedua, omnibus law
mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan
undang-undang. Dalam praktik di beberapa negara, pembentukan UU Omnibus law
didominasi oleh pemerintah atau DPR. Materi dan waktu pengerjaannya pun
bergantung pada instansi tersebut. Biasanya UU diusahakan selesai secepat
mungkin, bahkan hanya dalam satu kesempatan pengambilan keputusan. Akibatnya,
ruang partisipasi publik menjadi kecil, bahkan hilang. Padahal prinsip
keterbukaan dan partisipasi dalam membuat undang-undang adalah roh utama dalam
negara demokratis. Pelanggaran atas prinsip ini tentu sangat mengkhawatirkan.
Ketiga, omnibus law bisa menambah beban regulasi jika gagal
diterapkan. Dengan sifatnya yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung
menjadi satu UU, pembahasan UU Omnibus law dikhawatirkan tidak komprehensif.
Pembahasan akan berfokus pada UU Omnibus law dan melupakan UU yang akan
dicabut, akan menghadirkan beban regulasi lebih kompleks.
Apa alasan dan
pertimbangan bagi yang setuju dengan
omnibus law ?
Indonesia memang sedang dilanda over-regulasi. Pusat Studi
Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat, pada masa pemerintahan Jokowi
hingga November 2019, telah terbit 10.180 regulasi. Rinciannya, 131
undang-undang, 526 peraturan pemerintah, 839 peraturan presiden, dan 8.684
peraturan menteri. Data inilah yang menjadi salah satu pertimbangan setuju
dengan omnibus law.
Omnibus law mendorong upaya perkuat perekonomian nasional
melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberitan fasilitas perpajakan. Salah
satu sisi positif dari tujuan RUU Omnibus Law tersebut adalah untuk menciptakan
lapangan kerja bagi para pengangguran. Salah satu fokus dari omnibus law,
adalah untuk menciptakan pekerjaan bagi 7 juta penganggur yang ada. Omnibus law
diyakini berdampak positif bagi pengembangan properti. Pengembang berharap agar
rencana pemerintah menerbitkan UU Omnibus law bisa memberi dampak positif
terhadap kinerja sektor properti pada 2020.
RUU Omnibus law cipta lapangan kerja dan RUU Omnibus law
perpajakan, diharapkan memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia,
khususnya dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Setidaknya ada 3 (tiga) manfaat dari penerapan omnibus law.
Pertama, menghilangkan tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan.
Kedua, efisiensi proses perubahan/pencabutan peraturan perundangan-undangan.
Ketiga menghilangkan ego sektoral yang terkandung dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.
(Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, lulusan Magister Administrasi
Publik Undip, pengurus Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Semarang,
pengajar tidak tetap STIE Semarang dan STIE BPD Jateng)
Alamat : Taman Suryokusumo 4 Nomor 27 Tlogosari-Semarang